SAMPAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP MANUSIA
Sampah atau
limbah yang terbagi atas sampah padat atau sampah dan sampah cair atau
yang dikenal dengan limbah cair atau air kotor serta sampah udara (yang
mengotori udara atau polutan di udara). Sampah-sampah ini adalah suatu
konsekuensi dari berkegiatannya manusia maupun hewan (binatang). Dan
semakin banyak makhluk hidup (manusia dan hewan) maka semakin banyak
kegiatan. Akumulasi sampah ini mulai menjadi persoalan dan perlu
dipikirkan jalan keluar, ketika manusia mulai berkumpul membentuk suku
bangsa, ataupun membentuk suatu desa dan kota.
Kini,
menjadi sangat diperhatikan ketika sampah-sampah ini mulai mengancam
kehidupan manusia. Di Eropah pada abad ke 14, penyakit yang diakibatkan
oleh sampah padat kota, yaitu “Black Death” telah membunuh hampir
setengah penduduknya di jaman itu. Penyakit ini disebabkan oleh penyakit
pes (bubonic plague) yang dibawa oleh tikus yang berasal dari
timbulan-timbulan sampah. Di Desa Minamata Jepang, akibat limbah cair
yang mengandung limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) yang dibuang
oleh perusahaan Chisso Corp. mengakibatkan sebagian generasi orang
Jepang di kawasan itu mesti rusak dan tidak berkualitas akibat keracunan
merkuri setelah memakan ikan yang ditangkap dari teluk Minamata
tersebut. Teluk Jakarta, kini divonis telah tercemar dengan limbah B3
Cadmium (salah satu unsur yang terkandung dalam baterai), sementara itu
banyak bahan makanan yang bergisi (sebetulnya) seperti kerang-kerangan
yang diambil dari perairan ini. Kerang-kerang adalah sejenis biota
(hewan) yang hidup di laut dan tidak berdaya menolak apabila ada polutan
(bahan pencemar) yang masuk ke perairan laut tersebut. Kerang atau yang
dikenal dalam keluarga moluska akan tetap mengambil makanan-makanan
(termasuk limbah B3) masuk dan terakumulasi (tertimbun) dalam dagingnya
tanpa harus mati. Dan manusia mengambil kerang tersebut dan di
“colo-colo (dicelup-celupkan) ke dalam sambal” dan dimakan. Menurut ahli
gizi, kerang ini mengandung banyak protein (jika kerang ini sehat) yang
sangat berguna bagi manusia, namun apabila lokasi tempat hidupnya telah
tercemar limbah B3 maka memakan kerang menjadi bom waktu bagi kesehatan
manusia. Celakanya, makanan ini menjadi makanan favorit “camu-camu”
(jajanan) dikala malam hari (setiap hari) di tepi jalan sepanjang
jalan-jalan tertentu di Jakarta, Depok, Bekasi dan Tangerang.
Tidak
usahlah dulu dilihat gangguan terhadap estetika kota apabila
sampah-sampah ini tidak ditangani baik, tetapi lihatlah dampak
negatifnya bagi kesehatan kita, jika sampah ini tidak dikelola dengan
baik. Contoh, sampah-sampah
padat yang mulai membusuk dan berada tepat di depan rumah kita.
Lalat-lalat disiang hari beterbangan yang kemudian masuk ke dalam rumah
kita dan hinggap di atas makanan kita, atau tikus-tikus yang
meng”acak-acak” sampah yang busuk itu, kemudian membawanya masuk dan
memindahkannya di atas makanan-makanan atau pada peralatan yang ada di
dapur bahkan di ruang makan kita. Dapat kita bayangkan apa yang akan
terjadi? Jika daya tahan tubuh kita kuat, barangkali tidak akan membuat
kita menjadi sakit. Tapi bagaimana dengan anak-anak dan mereka yang
mempunyai daya tahan tubuh yang lemah, pastilah akan mengeluarkan ongkos
perbaikan kesehatan yang tidak murah lagi saat ini.
Kota
Manado, kini semakin banyak saja kawasan yang kumuh secara fisik,
banyak penduduk dan memiliki kawasan yang memiliki kepadatan yang
tinggi. Artinya, banyak manusia yang tinggal di kawasan ini, namun
sedikit sekali ruang terbuka untuk kawasan ini, sehingga kemungkinan
untuk terganggu kesehatannya sangat tinggi. Dan
tentunya sampah-sampah padat rumah tangga sangat banyak diproduksi dari
sini dan tidak terkelola dengan baik. Apa jadinya jika sampah-sampah ini
dibiarkan begitu saja (diacuhkan oleh masyarakatnya dan juga oleh
pemerintahnya). Tentunya kerentanan terhadap hinggapan penyakit akan
sangat tinggi. Akibatnya, akan sangat merugikan kesehatan masyarakat di
kawasan ini dan bahkan akan merembet ke kawasan lainnya yang ada di
sekitarnya. Semua harga
kebutuhan hidup sudah melonjak naik, bagaimana juga jika harga untuk
mendapatkan kesehatan hampir tidak terjangkau oleh masyarakat kebanyakan
yang rata-rata ada di kota Manado? Tentunya kita harus mencari “biang
keroknya” mengapa harus menjadi sakit, bukan mencari uang bagaimana
mengobati sakit ini? Barangkali mencari obat untuk menyembuhkan sakit
itu juga perlu, namun bukan suatu penyelesaian yang permanen. Yang
menjadi penyelesaian yang permanen (mendasar) yaitu mencari penyebab
sakit, yaitu membersihkan lingkungan sekitarnya, minimal rumah tempat
kita tinggal dan sampah adalah salah satu yang mesti dibenahi dan
diperbaiki cara mengelolanya, agar biaya untuk memperbaiki kesehatan
bukanlah menjadi biaya rutin yang mesti dikeluarkan para
keluarga-keluarga yang harus berjuang mencari sesuap nasi atau untuk
mencari kehidupan dihari-hari yang dilewatinya. Sampah terkelola baik,
lingkungan hidup bersih maka biarpun hidup sederhana namun kesehatan
terjaga dan tentunya produktifitas kerja menjadi baik dan meningkat.
saya suka artikelnya, bagus
BalasHapusthanks
Hapus